Danau Lau Kawar |
“Ka, ka,
kamu?” katanya heran dan terkejut melihat aku. Dan akupun begitu.
“Kamu?
Bukankah kamu yang ada di...”
“Iya... “
“Ada apa
dengan ini?”
...oOo...
“Wah,
dingiiiiiiiiiiiin...” ekspresiku saat tiba di kota brastagi. Ya. Saat ini aku
jalan-jalan kekota tanah karo ini, hal itu dikarenakan aku akan berkuliah di
kota besar Medan. Jadi, sebelum masuk kuliah, aku diajak Ayah jalan-jalan ke
Brastagi. Kaca jendela mobil yang awalnya tertutup aku buka dan aku keluarkan
tangan agar dapat merasakan angin yang dingin masuk kedalam sel-sel kulit. Hamparan
ladang sayur dan buah jeruk terpampang di sebelah kiri dan kananjalan.
Pemandangan itu membuatku kagum akan kuasa Tuhan. Subhanallah ucapku.
Ayah yang
sedang menyetir mobil, sesekali bercerita tentang daerah ini padaku dan adikku.
Sedangkan Ibuku sibuk dengan bayinya yang juga adikku itu menangis dari Medan
tadi dia memang tidak suka dibawa-bawa. Capek melambai-lambaikan tangan,
tiba-tiba suasana mobil diam, si bayi juga turut diam. Tiba-tiba suasana diam
tadi pecah oleh suara Ayah, “Bagaimana kalau kita ke danau Lau kawar? Itu dekat
dengan gunung sinabung.”
“Boleh Yah,
ibu juga belum pernah kesana,”
“Terserah aja, Abang sih nurut aja. Iya kan dek? Hehehe...”
“Tapi
besok-besok ajak ke danau toba ya Yah, adek kan belum pernah kesana,”
“Ayah juga
belum pernah, kapan-kapan kita kesana ya,”
“horeee,
....”
Laju mobil
ditambah. Udara semakin dingin terasa masuk kedalam kulit, menusuk tulang yang
putih. Walaupun hampir tengh hari, tapi karena cuaca berawan dan sehabis hujan
membuat udara semakin dingin dan cahaya matahari tidak terasa panasnya. Tampak
kokoh gunung sinabung yang sebagian atasnya tertutupi awan. Di kiri jalan
kadang ada parit yang mengalir air segar. Sedangkan di sebelah kanan ada petani
yang sedang membersihkan ladang sayurnya, ada juga yang sedang memanen, dan ada
juga yang sedang menyiram.
“Kita sudah
sampai,”
“Wah,wah,wah,
Abang sampai ketiduran nih, gak asyik Ayah gak banguni Abang.”
“Abang aja
yang dari tadi dibanguni, gak bangun-bangun.”
“Hehehehe...
“
“Bu, kita
bentang tikar disana aja dekat pohon itu, kalian kalau mau main pergi aja, kami
disini saja. Tapi hati-hati ya,nanti ada naga besar yang memakan kalian, lalu
kalian dimuntahkan,”
“Hmm, Abang
udah kuliah yah, itu cerita untuk adek, hahaha...”
“Dek, jangan
ikuti Abang ya,”
“Siapa juga
yang mau ikut,”
Mendengar
kata adekku ini, aku tidak mau kehilangan kesempatan. Dia selalu saja ingin
tahu urusanku. Untunglah sekarang dia tidak bersamaku. Aku pergi ke pinggiran
danau. Kurasakan air itu, waw.. dingin. Sangat dingin. Sedang asyik duduk di
batu, aku di kejutkan oleh suara cewek dari arah belakang.
Bak melihat
bidadari, aku terus melihatnya tanpa mengedipkan mata. Aku seakan terbawa
kedalam mimpi, dimana aku sedang berdua dengannya di sebuah taman. Kami tertawa
dan menyanyikan lagu cinta. Lalu, lalu eh dia mendekatiku. Dan , dan , dan ...
Apa? Dia tidak ke arahku? Dia membelokkan arahnya ke kanan, dia berjalan
menyusuri tepian danau.
Sendirian?
Aku harus menemaninya, kesempatan langka nih bisikku pada danau yang tak
berdosa, hahaha. Aku pura-pura menyusuri tepian danau, dan bidadari itu masih
tetap berjalan. Terkadan berhenti sebentar dan jalan lagi. Dan saat tiba di
bangku, dia duduk. Aku cepatkan langkahku agar cepat sampai ke tempat sang
bidadari.
Aku telah
sampai di dekatnya, tapi aku belum membuka pembicaraan dan aku masih berdiri di
jarak 2 meter dari dia, sang bidadari. Aku bingung, apa yang harus aku katakan
untuk memulai pembicaraan. Apakah dengan hei, dompetmu jatuh. Padahal dompetnya
tidak jatuh. Hai,boleh kenalan? Dikira aku sksd.
Tapi, tidak
perlu berpikir lama. Tiba-tiba saja aku mengeluarkan suara, “keren ya
pemandangannya. Seandainya saja bisa berlama-lama disini.” Mendengar ucapanku
itu, dia seperti terkejut, dan menoleh ke arahku.
“Eh, hai...”
“Hai, aku
mengganggu kamu ya? Maaf tadi aku sedikit keceplosan, hehehe aku sangat sangat
suka dengan pemandangan ini, maaf ya,”
“Apaan sih,
ya gak lah, aku hanya terkejut ada orang di belakangku. Mari duduk di sini.
Ngapai berdiri disana, kan capek.”
Alhamdulillah,
berhasil bisikku dalam hati. Tak akan ku sia-siakan dan aku tanpa ada pemikiran
panjang langsung ubah posisi dari berdiri dan sekarang duduk di samping
bidadari. Dia tersenyum padaku, ku balas senyuman itu.
“Sebelumnya
kamu sudah pernah kesini?” tanyanya padaku.
“Belum, baru
kali ini. kamu?
“Aku gak tahu
kenapa, aku tiap bulan datang kesini. Ya aku rindu aja sama danau ini.”
“Bisa ya
kayak gitu, gak bosan kesini terus?”
“Kayaknya aku
gak pernah bosan deh, buktinya aku selalu datang, ya kan?”
“Iya juga
sih, kok bisa ya?”
“Mungkin
karena aku yang suka alam, tapi entahlah, aku selalu ingin ke tempat ini.”
“Atau jangan-jangan
ada yang mau dilihat nggak? Hehehe”
“Ha... apaan
sih, tapi mungkin benar juga. Dulu aku sering datang dengan mantan aku, tempat
ini selalu mengingatkanku.”
“wah, sudah
jadi mantan ya, gak perlu dipikirkan lagilah,”
Setelah
kalimtku itu, dia diam. Diam seribu bahasa. Aku kebingungan. Aku juga turut
diam. Mungkin ikan-ikan di danau itu menertawakanku karena tidak bisa lagi
membuka pembicaraan. Dan mungkin juga naga yang diceritakan ayah tadi
bersiap-siap memakanku.
“Kok kamu
sendirian?”
“apa?”
“Kok kamu
sendirian?”
“Oh,
teman-teman aku sibuk disana, aku sih gak suka ikut-ikutan,”
“Kenapa? Kan
asyik,”
“Sudahlah,
biarkan aja,”
“Kamu tahu
kalau kamu seperti...”
“Seperti apa?
Kok nggak dilanjutin?”
“Seperti...
seperti... seperti seorang gadis yang duduk di tepi danau,”
“Haha... kan
aku memang lagi duduk di tepi danau, kamu ada-ada aja. Lebih lengkapnya aku
seperti seorang gadis yang duduk di tepi danau lau kawar yang disampingku ada
seorang laki-laki yang menggangguku untuk berdiam diri. Lebih panjang kan?”
“Aku
mengganggumu?”
“O.. enggak
kok,aku kan bercanda aja,”
“Haha....”
“Ahahaha.....”
Sempurna.
Kami telah menyatu. Kami masuk kedalam dunia kami. Tidak ada yang mengganggu.
Bahkan udara dingin tidak terasa lagi. Yang ada hanyalah ucapan yang seperti
syair-syair cinta. Aku telah jatuh hati padanya, pada pandangan pertama.
Padahal aku belum kenal namanya. Asalnyadan dimana tinggalnya. Apakah dia sudah
kuliah apa masih sekolah. Semuanya lupa karena kami sedang dalam dunia fantasi
kami. Dan melupakan segalanya.
Dari kejauhan
ku lihat Ayah memanggil, dan kami harus berpisah. Oh tidak, aku akan berpisah
dengan bidadari. Padahal masih banyak yang ingin kami bicarakan. Tapi karena
waktu, kami memang harus berpisah.
“Maaf ya, aku
udah dipanggil Ayahku, mungkin kami mau balek,”
“Oh iya iya,
hati-hati ya...”
Aku bergegas
pergi. Setelah agak jauh dari dia, aku sadar kalau aku belum tahu namanya dan
bodohnya aku tidak meminta nomor handphonenya. Sambil melambaikan tangan aku
teriak ke arahnya,”Hei, kita belum kenalan, siapa namamu?” Dia menoleh. Tapi
hanya tersenyum saja. Mungkin dia tidak dengar. Sudahlah, pikirku. Bukankah
tiap bulan dia datang kesini.
Saat aku
hendak melanjutkan jalanku, aku melihat ada benda seperti mainan tas. Oh
ternyata memang mainan tas, unik dan berharga sepertinya. Pastilah si
pemiliknya sangat kehilangan. Tak ku abaikan, mainan itu aku ambil. Dan akan
aku letakkan di tas kesayanganku. Padahal tasku cuman satu.hehehe.
“Itu siapa?”
“Nggak tahu
Yah,” jawabku singkat. Karena aku bodoh dan benar-benar tidak tahu dia siapa.
Tidak menanyakan nama sebelum berbicara.
“Mari kita
pulang...”
...oOo...
“Kami
berangkat ya Bang,”
“Iya
Yah,Bu,Dek, hati-hati ya, kalau sudah sampai di Pekanbaru telpon ya ...”
“sip,
hati-hati kuliahnya, rajin-rajin belajar ya...”
Tinggallah
aku seorang diri di kamar 3x4 meter. Besok sudahmasuk kuliah. Hari pertamaku
kuliah, dan hari pertamaku juga tinggal seorang diri. Ternyata memang agak-agak
menyedihkan menjadi anak kos. Dulu aku sering mengejek kawanku yang ngekos.
Ternyata beginilah nasibnya. Selalu sendiri.
“Apa? Sudah
jam tujuh? Wah nanti aku terlambat lagi ke kampus.” Hari pertama aku ke kampus
benar-benar apes. Sudahlah terlambat bangun. Aku lupa dimaana kelas. Dan aku
tidak tahu harus makan dimana.
Walaupun
senior-senior pada galak semua, aku harus tetap berani masuk kampus. Tapi tetap
aja aku takut. Sampai di gerbang aku mencari teman sewaktu ospek, mana tahu
jumpa. Tapi tidak seorangpun yang aku kenal. Lama menunggu, aku harus beranikan
diri untuk bertanya. Setelah lama bertanya sana kemari, dapatlahkelasku yang
ternyata dosennya telah masuk, dan aku kebagian duduk paling belakang.
Ada seorang
cewek, juga terlambat. Dan duduk dibelakangku. Kasihan dia duduk paling
belakang, ingin aku menyuruhnya duduk di tempatku saja, tapi ku urungkan niat
itu. Dan kuliah dimulai, dan bla bla bla dosen menerangkan tentang kampus ini,
tentang kuliahnya dan tentang apa yang harus kami lakukan selaku mahasiswa.
Dan, telah
satu setengah jam kami duduk mendengar dosen memberikan materi. Tibalah saatnya
kami istirahat. Tapi sebelum keluar ada senior yangmasuk dan marah-marah gak
jelas segala macamnya. Dan sebagai junior yang baik hati dan tidak sombong kami
harus mendengar dan mengiyakan apa yang dikatakan mereka.
Dan dan dan,
selesai sudah senior itu. Aku keluar kelas. Hendak menuju kantin. Karena belum
dapat teman, ya harus sendiri. Aku lewat lorong kelas yang gelap. Sepertinya
seram. Padahal aku hanya seorang saja, tapi aku mendengar gerak langkah di
belakangku. Mengikutiku. Membuatku takut. Tapi ada suara yang menyuruhku untuk
berhenti.
“Hai, tunggu
aku, ada yang ingin aku tanya.”
“Iya? Apa?”
saat itu aku tidak menoleh padanya, dan aku masih berjalan tapi pelan.
“Mainan
tasmu, darimana kamu mendapatkannya?”
Aku menoleh
kebelakang dan langsung tidak percaya, dengan siapa aku bicara. Aku merasakan
ada angin segar dari brastagi datang menghampiriku.
“Ka, ka,
kamu?” katanya heran dan terkejut melihat aku. Dan akupun begitu.
“Kamu?
Bukankah kamu yang ada di...”
“Iya... “
“Ada apa
dengan ini?”
“Oh iya,
mainan ini kamu dapat dimana? Ini terlihat seperti punyaku, aku lupa menaruhnya
dimana.”
“Aku
mendapatkannya di danau kemaren itu, ini ambillah. Mungkin ini sangat berharga
bagimu,”
“Iya, ini
sangat sangat sangat sangat berharga bagiku. Makasih ya telah membawanya
untukku, kamu tahu aku mencarinya kemana-mana.” Dan kamipun melanjutkan cerita
kami yang belum sempat kami ceritakan di Danau Lau kawar. Dan aku melihat ada
bunga yang akan mekar esok pagi. Lalu, bunga itu mati dan tumbuh kembali di
musim yang berbeda. Lalu ada cahay bidadari yang datang dan membawa bunga-bunga
lalu menaburnya di dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar