Hallooo perkenalkan saya fhu....

Jumat, 30 Agustus 2013

Cerpen : Samar-Samar Hati Ini



          “Apa? Bukankah dia tidak suka padaku?”
          “Benar, tapi itu karena kelakuanmu yang aneh! Kau sering sendirian kalau disekolah. Kalaupun bersama teman itu hanya sebentar, mengapa? Itu yang dia ingin tahu... katakan saja padaku apa masalahmu, aku akan bantu, sungguh!”
          “Benarkah? Aku hanya lebih suka sendirian. Aku serius, a a ku hanya enak sendiri, ya kau tahukan aku suka sendiri?”
          “Bukan itu yang ingin aku tahu, tapi MENGAPA? Itu yang perlu aku tahu... Gadis yang kau sukai itu adalah seorang periang, suka bicara, dan dia paling tidak suka suasana diam yang sering kau ciptakan saat pergi dengannya, aku tak....”
          “Cukup! Sepulang sekolah nanti akan aku ceritakan padamu Sa, aku tunggu di gerbang ya...”
          “Oh, baiklah. Jangan sampai aku menunggu, ok!
          “Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menunggu,”
~oOo~
          Sa, Anisa. Teman karibku dari SMP dulu. Hanya dia satu-satunya kawanku yang pertama saat itu, dan sampai sekarang tak pernah berganti. Hingga kelas tiga SMA ini. kami pernah di gosipkan pacaran, padahal sama sekali tidak pernah terngiang di benakku untuk menjadi pacarnya. Itu dikarenakan dia selalu saja ada yang mau pacaran sama dia. Baru saja putus sudah ada lagi yang dekati dia. Sebagai sahabatnya, aku mendukungnya. Tapi walau begitu laris di sekolah, dia seperti orang dewasa saja dalam memilih. Pilihannya tentu disaringnya betul.
          Kini, saat kami telah duduk di kelas tiga, walau beda kelas tapi kami selalu bersama. Dia punya teman juga, seorang cewek... manis, berlesung pipit dan tatapan matanya padaku serasa aku adalah pangeran yang terlahir untuknya. Walau begitu, sifat dia berkebalikan denganku. Dia sungguh suka berteman. Temannya banyak sekali dari ipa 1 sampai ipa 6 dan ips 1 sampai ips 5 semua dia punya. Itu yang membuat aku risih saat aku berdua dengannya.
          Hari itu, sehabis upacara aku pergi ke kantin dengan dia. Aku masih bingung mau mulai pembicaraan darimana, soalnya aku sangat pendiam dan tertutup. Aku takut jika aku mulai tentang pelajaran, takut dikira sok rajin. Jika dari olahraga, dia cewek, mana suka begituan. Tanyakan PR, dia pasti sudah siap. Habisnya dia rajin. Inilah yang selalu membuatku kehabisan akal saat dekat dengan dia. Dia pun sepanjang perjalanan dari lapangan ke kantin terus menyapa temannya yang satu sekolah dan melupakan aku yang ada disamping kanannya. Oh iya, namanya Aziza, sering dipanggil Ziza. Terkadang ada yang memanggil Ijah, atau Aziz.
          Dia memang siswi yang aktif. Dari keagamaan sampai Osis dia ikut, tak hayal ini yang membuatnya banyak teman. Sedangkan aku hanyalah siswa yang hanya punya satu sahabat karib dari dulu bernama Anisa yang sekarang berbeda pula kelasnya denganku, itupun sudah sibuk terus dengan sms dari pacarnya dan ditambah lagi dengan PR dan kerjaan yang dikasi wali kelas padanya, menyita waktu kami berdua dan akhirnya kami jumpa hanya saat pulang. Itupun kalau tidak dijemput Ayahku, sangat miris persahabatan kami ini.
          “Mi, ngomong dong sama aku, kenapa diam aja dari tadi... sakit ya?”
          “Za, aku bingung mau ngomong apa... kamu aja deh yang mulai, ya?”
          “Kamu kok gitu sih, kamu kan cowok. Wajah okelah, tapi sifatmu ini pendiam... kenapa? Ada masalah? Ayo dong cerita sama aku. Aku dengarr....”
          “Aku harus pergi!”
          “Tapi Tom,tomi....... aneh. Cowok aneh, ada apa dengan dia ya?”
~oOo~
          Teng...teng...teng...Lalalala.......
          Bel berbunyi, yes.... akhirnya pulang sekolah. Tak peduli lagi apa yang ada di depan, aku harus maju dan sampai duluan di gerbang! Sebelum Anisa terlebih dahulu sampai. Oke, gerbang masih tertutup. Aku sudah hafal gerakan itu. Sepuluh detik lagi akan ada suara dari pengeras suara yang berbunyi “Pak Jono, tolong dibuka gerbang!” dan aku akan menjadi nomor satu keluar dari sekolah yang cukup membosankan ini.
          “Aku menunggu cukup lama, dua menit empat puluh lima detik Sa, kau kalah hahaha....”
          “Aaahhhh, tadi aku harus mengantar absensi yang ketinggalan di kelas. Kalau tidak akulah yang menang, cepat katakan rahasiamu itu. Kenapa ha?”
          “Jangan buru-buru dong, santai aja kenapa? Jadi begini, hmmm....”
          “Cepatlah, jangan pakai mikir-mikir dulu, katakan dengan jujur!”
          “Hmmm, tuh kan... Hp aku bunyi! Karena itu aku diam, gak sabaran aja si cerewet ini, bentar ya,”
          “Halo, ada apa Yah? Tomi udah pulang ni, baru aja.”
          “(Suara dari HP) Cepat pulang ya, ibu sakit...”
          “Iya Yah, Tomi pulang sekarang juga,”
          Tut..tuu...t..
          “Ada apa?”
          “Aku harus cepat pulang, nanti saja aku telpon ya, ibuku sakit,”
          “Sial mulu, cepat sembuh ya buat ibu. Sampaikan salam aku, kalau boleh nanti aku kerumah kamulah ya,”
~oOo~
          Ziza, mungkin dia sulit untuk berteman, bahkan pacaran denganku. Aku akui itu sebagai batu hambatan antara aku dengan Ziza. Tapi, mungkin hari kamis akan menjadi hari yang paling ku benci. Saat pulang sekolah, dan aku berdua saja dengan dia. Senangnya bukan main, dan tidak ada juga si cerewet Nisa.
          Seharusnya ini menjadi hari terbaikku. Aku telah menyiapkan kata-kata yang aku hafal semalam. Tapi, mungkin memang malang bagiku saat itu, aku masih dengan kebiasaanku yang gugup dan entah mengapa saat itu aku mengabaikan ajakan dia karena aku sedang berkonsentrasi mengingat apa yang harus aku katakan padanya saat ini.
          “Tomi, kita makan bakso dulu yok,” ajak Ziza kala itu, namun aku hanya menjawab “ya” lalu aku mengingat lagi, dan aku tidak sadar kalau warung bakso telah kami lewati. Ajakan yang kedua, dia mengajakku makan kebab yang ada di persimpangan dekat sekolah dimana banyak siswa yang nongkrong disana. “ Ayoklah makan kebab, “ kali ini suaranya agak tinggi dan aku masih saja menjawab seperti tadi. “ya”.
          Kami sampai di bawah pohon rimbun tempat favorit duduk, untunglah hanya ada aku dan dia. saat sampai di pohon itu aku sadar, dan aku bertanya, “loh kenapa gak berhenti di warung bakso tadi ya?”. Tapi aku tidak mendapatkan jawaban, yang aku dapatkan hanyalah sebuah tatapan lalu aku salah tingkah dan menundukkan kepala. Cukup lama. Kami diam, diam dan diam. Aku menutup mata dan memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa selama ini untuknya.
          “Zi...mau kah kamu jadi pacar aku?” batu besar yang menghalangi suaraku serasa runtuh setelah aku mengucapkan kalimat misteri itu. Namun, sekarang detakan jantungku terasa hingga ubun-ubun dan suaranya memecah seperti ombak. Dan kira-kira setelah setengah menit setelah aku ucapkan kalimat misteri itu, aku dengan mata masih tertutup tidak mendengarkan jawaban darinya. Entah itu “maaf...” atau “ha....” ataupun “benarkah, aku mau sekali...” aku akan terima apa yang akan ditanggapinya.
          Ku buka mataku dan melihat kekiri. Ke arahnya. Namun yang kulihat hanyalah batang pohon rimbun yang meneduhkanku. Lalu dimana dia? aku melihat sekelilingku, tidak ada.
~oOo~
          “Tomi, aku telah dengar dari dia. Dia berkata padaku mungkin kalian memang tidak akan pernah cocok. Lalu dia ingin minta maaf. Oh iya, nanti malam dia ada acara semacam bantuan untuk anak yatim di rumahnya. Kamu diundang. Kita pergi sama ya.”
          “Oh.... sebaiknya aku nggak usah ikut. Kamu saja ya, aku ingin sendiri lagi nanti malam.”
          “Tapi ..... kamu gak boleh gitu dong, itu egois namanya! Dia mengundangmu karena dia masih menganggap kamu temannya.”
          “Dari dulu sampai sekarang, sampai detik ini aku hanya punya seorang teman, gak akan lebih!”
          Suasana berubah diam. Aku dan Anisa hanya berdiam. Kembali teringat olehku gadis itu. Aziza. Entah mengapa walaupun aku telah tahu bahwa dia tidak akan pernah bersamaku, aku masih mengharapkannya. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Dan dalam keadaan kami yang diam, tiba-tiba Ziza melewati kami. Sungguh aku ingin bicara dengannya, tapi aku tidak berani.
          Setelah agak jauh dari tempat aku duduk, Ziza datang lagi dan kali ini dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepada kami, atau mungkin saja hanya kepadaku. Aku masih dengan egoku dan tidak mau bicara sedikitpun.
          “Tom, maaf ya... sebelumnya aku memang belum memberitahu kamu, kamu juga Nisa, sebenarnya aku sudah memiliki seorang pacar. Maaf ya telah mengecewakan kalian, hmm...mau kan maafin aku? Seandainya saja kamu lebih dulu Tom, sudahlah ... itu sudah berlalu.... aku agi sibuk, aku pergi ya....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar