Hallooo perkenalkan saya fhu....

Rabu, 04 September 2013

Sebuah coretan saja ~~.........




Aduh, capek!
Mungkin kata ini nggak boleh aku ucapin,
Bukankah itu masih satu atau dua kata?
Sudah beribu kata yang kuucapkan,
Padahal tak sepantasnya itu aku ucapkan.
source : google
Lagi males, nanti aja...
Lagi-lagi ini menyiksa sebenarnya.
Bagaimana tidak, harus menuruti nafsu...
Sudahlah, memang itu kemampuan kita...
Waw, ini sungguh pesimistis!
Membuang usaha,
Dan juga tenaga.
Aku harus mengejar cintanya?
Masuk akal nggak sih?
Bagiku itu enggak!
Aneh, menggelikan tahu...
Tanpamu aku tak bisa hidup?
Sadarlah, apa guna ibu?
Aduh, capek!
Selalu saja terucap,
Tapi benarkan?
Semua di dunia ini membuat capek,
Source : google
Dan nyari makan juga?
Jangan maunya makan aja!
Hidup itu untuk makan?
Aduh capek!
Capek?
Capek?
Hm... Mati sajalah.......

Selasa, 03 September 2013

Cerpen : Bidadari di Lau Kawar


Danau Lau Kawar

          “Ka, ka, kamu?” katanya heran dan terkejut melihat aku. Dan akupun begitu.
          “Kamu? Bukankah kamu yang ada di...”
          “Iya... “
          “Ada apa dengan ini?”
...oOo...
          “Wah, dingiiiiiiiiiiiin...” ekspresiku saat tiba di kota brastagi. Ya. Saat ini aku jalan-jalan kekota tanah karo ini, hal itu dikarenakan aku akan berkuliah di kota besar Medan. Jadi, sebelum masuk kuliah, aku diajak Ayah jalan-jalan ke Brastagi. Kaca jendela mobil yang awalnya tertutup aku buka dan aku keluarkan tangan agar dapat merasakan angin yang dingin masuk kedalam sel-sel kulit. Hamparan ladang sayur dan buah jeruk terpampang di sebelah kiri dan kananjalan. Pemandangan itu membuatku kagum akan kuasa Tuhan. Subhanallah ucapku.
          Ayah yang sedang menyetir mobil, sesekali bercerita tentang daerah ini padaku dan adikku. Sedangkan Ibuku sibuk dengan bayinya yang juga adikku itu menangis dari Medan tadi dia memang tidak suka dibawa-bawa. Capek melambai-lambaikan tangan, tiba-tiba suasana mobil diam, si bayi juga turut diam. Tiba-tiba suasana diam tadi pecah oleh suara Ayah, “Bagaimana kalau kita ke danau Lau kawar? Itu dekat dengan gunung sinabung.”
          “Boleh Yah, ibu juga belum pernah kesana,”
          “Terserah aja,  Abang sih nurut aja. Iya kan dek? Hehehe...”
          “Tapi besok-besok ajak ke danau toba ya Yah, adek kan belum pernah kesana,”
          “Ayah juga belum pernah, kapan-kapan kita kesana ya,”
          “horeee, ....”
          Laju mobil ditambah. Udara semakin dingin terasa masuk kedalam kulit, menusuk tulang yang putih. Walaupun hampir tengh hari, tapi karena cuaca berawan dan sehabis hujan membuat udara semakin dingin dan cahaya matahari tidak terasa panasnya. Tampak kokoh gunung sinabung yang sebagian atasnya tertutupi awan. Di kiri jalan kadang ada parit yang mengalir air segar. Sedangkan di sebelah kanan ada petani yang sedang membersihkan ladang sayurnya, ada juga yang sedang memanen, dan ada juga yang sedang menyiram.
          “Kita sudah sampai,”
          “Wah,wah,wah, Abang sampai ketiduran nih, gak asyik Ayah gak banguni Abang.”
          “Abang aja yang dari tadi dibanguni, gak bangun-bangun.”
          “Hehehehe... “
          “Bu, kita bentang tikar disana aja dekat pohon itu, kalian kalau mau main pergi aja, kami disini saja. Tapi hati-hati ya,nanti ada naga besar yang memakan kalian, lalu kalian dimuntahkan,”
          “Hmm, Abang udah kuliah yah, itu cerita untuk adek, hahaha...”
          “Dek, jangan ikuti Abang ya,”
          “Siapa juga yang mau ikut,”
          Mendengar kata adekku ini, aku tidak mau kehilangan kesempatan. Dia selalu saja ingin tahu urusanku. Untunglah sekarang dia tidak bersamaku. Aku pergi ke pinggiran danau. Kurasakan air itu, waw.. dingin. Sangat dingin. Sedang asyik duduk di batu, aku di kejutkan oleh suara cewek dari arah belakang.
          Bak melihat bidadari, aku terus melihatnya tanpa mengedipkan mata. Aku seakan terbawa kedalam mimpi, dimana aku sedang berdua dengannya di sebuah taman. Kami tertawa dan menyanyikan lagu cinta. Lalu, lalu eh dia mendekatiku. Dan , dan , dan ... Apa? Dia tidak ke arahku? Dia membelokkan arahnya ke kanan, dia berjalan menyusuri tepian danau.
          Sendirian? Aku harus menemaninya, kesempatan langka nih bisikku pada danau yang tak berdosa, hahaha. Aku pura-pura menyusuri tepian danau, dan bidadari itu masih tetap berjalan. Terkadan berhenti sebentar dan jalan lagi. Dan saat tiba di bangku, dia duduk. Aku cepatkan langkahku agar cepat sampai ke tempat sang bidadari.
          Aku telah sampai di dekatnya, tapi aku belum membuka pembicaraan dan aku masih berdiri di jarak 2 meter dari dia, sang bidadari. Aku bingung, apa yang harus aku katakan untuk memulai pembicaraan. Apakah dengan hei, dompetmu jatuh. Padahal dompetnya tidak jatuh. Hai,boleh kenalan? Dikira aku sksd.
          Tapi, tidak perlu berpikir lama. Tiba-tiba saja aku mengeluarkan suara, “keren ya pemandangannya. Seandainya saja bisa berlama-lama disini.” Mendengar ucapanku itu, dia seperti terkejut, dan menoleh ke arahku.
          “Eh, hai...”
          “Hai, aku mengganggu kamu ya? Maaf tadi aku sedikit keceplosan, hehehe aku sangat sangat suka dengan pemandangan ini, maaf ya,”
          “Apaan sih, ya gak lah, aku hanya terkejut ada orang di belakangku. Mari duduk di sini. Ngapai berdiri disana, kan capek.”
          Alhamdulillah, berhasil bisikku dalam hati. Tak akan ku sia-siakan dan aku tanpa ada pemikiran panjang langsung ubah posisi dari berdiri dan sekarang duduk di samping bidadari. Dia tersenyum padaku, ku balas senyuman itu.
          “Sebelumnya kamu sudah pernah kesini?” tanyanya padaku.
          “Belum, baru kali ini. kamu?
          “Aku gak tahu kenapa, aku tiap bulan datang kesini. Ya aku rindu aja sama danau ini.”
          “Bisa ya kayak gitu, gak bosan kesini terus?”
          “Kayaknya aku gak pernah bosan deh, buktinya aku selalu datang, ya kan?”
          “Iya juga sih, kok bisa ya?”
          “Mungkin karena aku yang suka alam, tapi entahlah, aku selalu ingin ke tempat ini.”
          “Atau jangan-jangan ada yang mau dilihat nggak? Hehehe”
          “Ha... apaan sih, tapi mungkin benar juga. Dulu aku sering datang dengan mantan aku, tempat ini selalu mengingatkanku.”
          “wah, sudah jadi mantan ya, gak perlu dipikirkan lagilah,”
          Setelah kalimtku itu, dia diam. Diam seribu bahasa. Aku kebingungan. Aku juga turut diam. Mungkin ikan-ikan di danau itu menertawakanku karena tidak bisa lagi membuka pembicaraan. Dan mungkin juga naga yang diceritakan ayah tadi bersiap-siap memakanku.
          “Kok kamu sendirian?”
          “apa?”
          “Kok kamu sendirian?”
          “Oh, teman-teman aku sibuk disana, aku sih gak suka ikut-ikutan,”
          “Kenapa? Kan asyik,”
          “Sudahlah, biarkan aja,”
          “Kamu tahu kalau kamu seperti...”
          “Seperti apa? Kok nggak dilanjutin?”
          “Seperti... seperti... seperti seorang gadis yang duduk di tepi danau,”
          “Haha... kan aku memang lagi duduk di tepi danau, kamu ada-ada aja. Lebih lengkapnya aku seperti seorang gadis yang duduk di tepi danau lau kawar yang disampingku ada seorang laki-laki yang menggangguku untuk berdiam diri. Lebih panjang kan?”
          “Aku mengganggumu?”
          “O.. enggak kok,aku kan bercanda aja,”
          “Haha....”
          “Ahahaha.....”
          Sempurna. Kami telah menyatu. Kami masuk kedalam dunia kami. Tidak ada yang mengganggu. Bahkan udara dingin tidak terasa lagi. Yang ada hanyalah ucapan yang seperti syair-syair cinta. Aku telah jatuh hati padanya, pada pandangan pertama. Padahal aku belum kenal namanya. Asalnyadan dimana tinggalnya. Apakah dia sudah kuliah apa masih sekolah. Semuanya lupa karena kami sedang dalam dunia fantasi kami. Dan melupakan segalanya.
          Dari kejauhan ku lihat Ayah memanggil, dan kami harus berpisah. Oh tidak, aku akan berpisah dengan bidadari. Padahal masih banyak yang ingin kami bicarakan. Tapi karena waktu, kami memang harus berpisah.
          “Maaf ya, aku udah dipanggil Ayahku, mungkin kami mau balek,”
          “Oh iya iya, hati-hati ya...”
          Aku bergegas pergi. Setelah agak jauh dari dia, aku sadar kalau aku belum tahu namanya dan bodohnya aku tidak meminta nomor handphonenya. Sambil melambaikan tangan aku teriak ke arahnya,”Hei, kita belum kenalan, siapa namamu?” Dia menoleh. Tapi hanya tersenyum saja. Mungkin dia tidak dengar. Sudahlah, pikirku. Bukankah tiap bulan dia datang kesini.
          Saat aku hendak melanjutkan jalanku, aku melihat ada benda seperti mainan tas. Oh ternyata memang mainan tas, unik dan berharga sepertinya. Pastilah si pemiliknya sangat kehilangan. Tak ku abaikan, mainan itu aku ambil. Dan akan aku letakkan di tas kesayanganku. Padahal tasku cuman satu.hehehe.
          “Itu siapa?”
          “Nggak tahu Yah,” jawabku singkat. Karena aku bodoh dan benar-benar tidak tahu dia siapa. Tidak menanyakan nama sebelum berbicara.
          “Mari kita pulang...”
...oOo...
          “Kami berangkat ya Bang,”
          “Iya Yah,Bu,Dek, hati-hati ya, kalau sudah sampai di Pekanbaru telpon ya ...”
          “sip, hati-hati kuliahnya, rajin-rajin belajar ya...”
          Tinggallah aku seorang diri di kamar 3x4 meter. Besok sudahmasuk kuliah. Hari pertamaku kuliah, dan hari pertamaku juga tinggal seorang diri. Ternyata memang agak-agak menyedihkan menjadi anak kos. Dulu aku sering mengejek kawanku yang ngekos. Ternyata beginilah nasibnya. Selalu sendiri.
          “Apa? Sudah jam tujuh? Wah nanti aku terlambat lagi ke kampus.” Hari pertama aku ke kampus benar-benar apes. Sudahlah terlambat bangun. Aku lupa dimaana kelas. Dan aku tidak tahu harus makan dimana.
          Walaupun senior-senior pada galak semua, aku harus tetap berani masuk kampus. Tapi tetap aja aku takut. Sampai di gerbang aku mencari teman sewaktu ospek, mana tahu jumpa. Tapi tidak seorangpun yang aku kenal. Lama menunggu, aku harus beranikan diri untuk bertanya. Setelah lama bertanya sana kemari, dapatlahkelasku yang ternyata dosennya telah masuk, dan aku kebagian duduk paling belakang.
          Ada seorang cewek, juga terlambat. Dan duduk dibelakangku. Kasihan dia duduk paling belakang, ingin aku menyuruhnya duduk di tempatku saja, tapi ku urungkan niat itu. Dan kuliah dimulai, dan bla bla bla dosen menerangkan tentang kampus ini, tentang kuliahnya dan tentang apa yang harus kami lakukan selaku mahasiswa.
          Dan, telah satu setengah jam kami duduk mendengar dosen memberikan materi. Tibalah saatnya kami istirahat. Tapi sebelum keluar ada senior yangmasuk dan marah-marah gak jelas segala macamnya. Dan sebagai junior yang baik hati dan tidak sombong kami harus mendengar dan mengiyakan apa yang dikatakan mereka.
          Dan dan dan, selesai sudah senior itu. Aku keluar kelas. Hendak menuju kantin. Karena belum dapat teman, ya harus sendiri. Aku lewat lorong kelas yang gelap. Sepertinya seram. Padahal aku hanya seorang saja, tapi aku mendengar gerak langkah di belakangku. Mengikutiku. Membuatku takut. Tapi ada suara yang menyuruhku untuk berhenti.
          “Hai, tunggu aku, ada yang ingin aku tanya.”
          “Iya? Apa?” saat itu aku tidak menoleh padanya, dan aku masih berjalan tapi pelan.
          “Mainan tasmu, darimana kamu mendapatkannya?”
          Aku menoleh kebelakang dan langsung tidak percaya, dengan siapa aku bicara. Aku merasakan ada angin segar dari brastagi datang menghampiriku.
          “Ka, ka, kamu?” katanya heran dan terkejut melihat aku. Dan akupun begitu.
          “Kamu? Bukankah kamu yang ada di...”
          “Iya... “
          “Ada apa dengan ini?”
          “Oh iya, mainan ini kamu dapat dimana? Ini terlihat seperti punyaku, aku lupa menaruhnya dimana.”
          “Aku mendapatkannya di danau kemaren itu, ini ambillah. Mungkin ini sangat berharga bagimu,”
          “Iya, ini sangat sangat sangat sangat berharga bagiku. Makasih ya telah membawanya untukku, kamu tahu aku mencarinya kemana-mana.” Dan kamipun melanjutkan cerita kami yang belum sempat kami ceritakan di Danau Lau kawar. Dan aku melihat ada bunga yang akan mekar esok pagi. Lalu, bunga itu mati dan tumbuh kembali di musim yang berbeda. Lalu ada cahay bidadari yang datang dan membawa bunga-bunga lalu menaburnya di dalam hatiku.

Jumat, 30 Agustus 2013

Cerpen : Samar-Samar Hati Ini



          “Apa? Bukankah dia tidak suka padaku?”
          “Benar, tapi itu karena kelakuanmu yang aneh! Kau sering sendirian kalau disekolah. Kalaupun bersama teman itu hanya sebentar, mengapa? Itu yang dia ingin tahu... katakan saja padaku apa masalahmu, aku akan bantu, sungguh!”
          “Benarkah? Aku hanya lebih suka sendirian. Aku serius, a a ku hanya enak sendiri, ya kau tahukan aku suka sendiri?”
          “Bukan itu yang ingin aku tahu, tapi MENGAPA? Itu yang perlu aku tahu... Gadis yang kau sukai itu adalah seorang periang, suka bicara, dan dia paling tidak suka suasana diam yang sering kau ciptakan saat pergi dengannya, aku tak....”
          “Cukup! Sepulang sekolah nanti akan aku ceritakan padamu Sa, aku tunggu di gerbang ya...”
          “Oh, baiklah. Jangan sampai aku menunggu, ok!
          “Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menunggu,”
~oOo~
          Sa, Anisa. Teman karibku dari SMP dulu. Hanya dia satu-satunya kawanku yang pertama saat itu, dan sampai sekarang tak pernah berganti. Hingga kelas tiga SMA ini. kami pernah di gosipkan pacaran, padahal sama sekali tidak pernah terngiang di benakku untuk menjadi pacarnya. Itu dikarenakan dia selalu saja ada yang mau pacaran sama dia. Baru saja putus sudah ada lagi yang dekati dia. Sebagai sahabatnya, aku mendukungnya. Tapi walau begitu laris di sekolah, dia seperti orang dewasa saja dalam memilih. Pilihannya tentu disaringnya betul.
          Kini, saat kami telah duduk di kelas tiga, walau beda kelas tapi kami selalu bersama. Dia punya teman juga, seorang cewek... manis, berlesung pipit dan tatapan matanya padaku serasa aku adalah pangeran yang terlahir untuknya. Walau begitu, sifat dia berkebalikan denganku. Dia sungguh suka berteman. Temannya banyak sekali dari ipa 1 sampai ipa 6 dan ips 1 sampai ips 5 semua dia punya. Itu yang membuat aku risih saat aku berdua dengannya.
          Hari itu, sehabis upacara aku pergi ke kantin dengan dia. Aku masih bingung mau mulai pembicaraan darimana, soalnya aku sangat pendiam dan tertutup. Aku takut jika aku mulai tentang pelajaran, takut dikira sok rajin. Jika dari olahraga, dia cewek, mana suka begituan. Tanyakan PR, dia pasti sudah siap. Habisnya dia rajin. Inilah yang selalu membuatku kehabisan akal saat dekat dengan dia. Dia pun sepanjang perjalanan dari lapangan ke kantin terus menyapa temannya yang satu sekolah dan melupakan aku yang ada disamping kanannya. Oh iya, namanya Aziza, sering dipanggil Ziza. Terkadang ada yang memanggil Ijah, atau Aziz.
          Dia memang siswi yang aktif. Dari keagamaan sampai Osis dia ikut, tak hayal ini yang membuatnya banyak teman. Sedangkan aku hanyalah siswa yang hanya punya satu sahabat karib dari dulu bernama Anisa yang sekarang berbeda pula kelasnya denganku, itupun sudah sibuk terus dengan sms dari pacarnya dan ditambah lagi dengan PR dan kerjaan yang dikasi wali kelas padanya, menyita waktu kami berdua dan akhirnya kami jumpa hanya saat pulang. Itupun kalau tidak dijemput Ayahku, sangat miris persahabatan kami ini.
          “Mi, ngomong dong sama aku, kenapa diam aja dari tadi... sakit ya?”
          “Za, aku bingung mau ngomong apa... kamu aja deh yang mulai, ya?”
          “Kamu kok gitu sih, kamu kan cowok. Wajah okelah, tapi sifatmu ini pendiam... kenapa? Ada masalah? Ayo dong cerita sama aku. Aku dengarr....”
          “Aku harus pergi!”
          “Tapi Tom,tomi....... aneh. Cowok aneh, ada apa dengan dia ya?”
~oOo~
          Teng...teng...teng...Lalalala.......
          Bel berbunyi, yes.... akhirnya pulang sekolah. Tak peduli lagi apa yang ada di depan, aku harus maju dan sampai duluan di gerbang! Sebelum Anisa terlebih dahulu sampai. Oke, gerbang masih tertutup. Aku sudah hafal gerakan itu. Sepuluh detik lagi akan ada suara dari pengeras suara yang berbunyi “Pak Jono, tolong dibuka gerbang!” dan aku akan menjadi nomor satu keluar dari sekolah yang cukup membosankan ini.
          “Aku menunggu cukup lama, dua menit empat puluh lima detik Sa, kau kalah hahaha....”
          “Aaahhhh, tadi aku harus mengantar absensi yang ketinggalan di kelas. Kalau tidak akulah yang menang, cepat katakan rahasiamu itu. Kenapa ha?”
          “Jangan buru-buru dong, santai aja kenapa? Jadi begini, hmmm....”
          “Cepatlah, jangan pakai mikir-mikir dulu, katakan dengan jujur!”
          “Hmmm, tuh kan... Hp aku bunyi! Karena itu aku diam, gak sabaran aja si cerewet ini, bentar ya,”
          “Halo, ada apa Yah? Tomi udah pulang ni, baru aja.”
          “(Suara dari HP) Cepat pulang ya, ibu sakit...”
          “Iya Yah, Tomi pulang sekarang juga,”
          Tut..tuu...t..
          “Ada apa?”
          “Aku harus cepat pulang, nanti saja aku telpon ya, ibuku sakit,”
          “Sial mulu, cepat sembuh ya buat ibu. Sampaikan salam aku, kalau boleh nanti aku kerumah kamulah ya,”
~oOo~
          Ziza, mungkin dia sulit untuk berteman, bahkan pacaran denganku. Aku akui itu sebagai batu hambatan antara aku dengan Ziza. Tapi, mungkin hari kamis akan menjadi hari yang paling ku benci. Saat pulang sekolah, dan aku berdua saja dengan dia. Senangnya bukan main, dan tidak ada juga si cerewet Nisa.
          Seharusnya ini menjadi hari terbaikku. Aku telah menyiapkan kata-kata yang aku hafal semalam. Tapi, mungkin memang malang bagiku saat itu, aku masih dengan kebiasaanku yang gugup dan entah mengapa saat itu aku mengabaikan ajakan dia karena aku sedang berkonsentrasi mengingat apa yang harus aku katakan padanya saat ini.
          “Tomi, kita makan bakso dulu yok,” ajak Ziza kala itu, namun aku hanya menjawab “ya” lalu aku mengingat lagi, dan aku tidak sadar kalau warung bakso telah kami lewati. Ajakan yang kedua, dia mengajakku makan kebab yang ada di persimpangan dekat sekolah dimana banyak siswa yang nongkrong disana. “ Ayoklah makan kebab, “ kali ini suaranya agak tinggi dan aku masih saja menjawab seperti tadi. “ya”.
          Kami sampai di bawah pohon rimbun tempat favorit duduk, untunglah hanya ada aku dan dia. saat sampai di pohon itu aku sadar, dan aku bertanya, “loh kenapa gak berhenti di warung bakso tadi ya?”. Tapi aku tidak mendapatkan jawaban, yang aku dapatkan hanyalah sebuah tatapan lalu aku salah tingkah dan menundukkan kepala. Cukup lama. Kami diam, diam dan diam. Aku menutup mata dan memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa selama ini untuknya.
          “Zi...mau kah kamu jadi pacar aku?” batu besar yang menghalangi suaraku serasa runtuh setelah aku mengucapkan kalimat misteri itu. Namun, sekarang detakan jantungku terasa hingga ubun-ubun dan suaranya memecah seperti ombak. Dan kira-kira setelah setengah menit setelah aku ucapkan kalimat misteri itu, aku dengan mata masih tertutup tidak mendengarkan jawaban darinya. Entah itu “maaf...” atau “ha....” ataupun “benarkah, aku mau sekali...” aku akan terima apa yang akan ditanggapinya.
          Ku buka mataku dan melihat kekiri. Ke arahnya. Namun yang kulihat hanyalah batang pohon rimbun yang meneduhkanku. Lalu dimana dia? aku melihat sekelilingku, tidak ada.
~oOo~
          “Tomi, aku telah dengar dari dia. Dia berkata padaku mungkin kalian memang tidak akan pernah cocok. Lalu dia ingin minta maaf. Oh iya, nanti malam dia ada acara semacam bantuan untuk anak yatim di rumahnya. Kamu diundang. Kita pergi sama ya.”
          “Oh.... sebaiknya aku nggak usah ikut. Kamu saja ya, aku ingin sendiri lagi nanti malam.”
          “Tapi ..... kamu gak boleh gitu dong, itu egois namanya! Dia mengundangmu karena dia masih menganggap kamu temannya.”
          “Dari dulu sampai sekarang, sampai detik ini aku hanya punya seorang teman, gak akan lebih!”
          Suasana berubah diam. Aku dan Anisa hanya berdiam. Kembali teringat olehku gadis itu. Aziza. Entah mengapa walaupun aku telah tahu bahwa dia tidak akan pernah bersamaku, aku masih mengharapkannya. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Dan dalam keadaan kami yang diam, tiba-tiba Ziza melewati kami. Sungguh aku ingin bicara dengannya, tapi aku tidak berani.
          Setelah agak jauh dari tempat aku duduk, Ziza datang lagi dan kali ini dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepada kami, atau mungkin saja hanya kepadaku. Aku masih dengan egoku dan tidak mau bicara sedikitpun.
          “Tom, maaf ya... sebelumnya aku memang belum memberitahu kamu, kamu juga Nisa, sebenarnya aku sudah memiliki seorang pacar. Maaf ya telah mengecewakan kalian, hmm...mau kan maafin aku? Seandainya saja kamu lebih dulu Tom, sudahlah ... itu sudah berlalu.... aku agi sibuk, aku pergi ya....”

Kamis, 29 Agustus 2013

Pemandangan Danau Toba

Danau toba, Sumatra Utara
Ini adalah salah satu pemandangan indah ciptaan Tuhan yang luar biasa! Amazing! foto ini di”jepret” di daerah batak sana, di tempat saya sedang melanjutkan kuliah sekarang. Ya, Sumatera Utara!
Dan, air biru itu adalah Danau terbesar yang ada di Indonesia. Super memang :D ….. Danau yang di tengah-tengahnya ini ada pulau yang dikatakan dengan “pulau dalam pulau” ini memiliki nama Samosir. Walau dalam hasil jepretan saya ini pulau itu tidak tampak karena tebalnya embun dan saat itu cuaca memang agak mendung.
Tempat saya mengambil gambar ini adalah salah satu tempat wisata yang berdekatan dengan danau besar ini, Air Terjun Sipiso-piso…
Konon katanya Danau Toba ini merupakan hasil dari letusan gunung ribuan tahun yang lalu, keren ya…… Danaunya aja besar, bagaimana pulak dengan gunungnya ya ? entahlah…. mungkin gede banget :)
Dan kabar ini tentunya bisa dipercaya karena para peneliti telah meneliti dan segala macamnya, tapi ada juga ni pendapat dari cerita masyarakat dahulu, dongeng, atau legenda deh kita sebut ya,
Dalam legenda ini katanya, Anak yang bernama Samosir adalah anak yang membuat marah bapaknya, sehingga dia dibilang anak ikan…. ibunya memang ikan yang menjelma menjadi manusia, karena perkataan bapaknya ini… maka terjadilah bencana dahsyat yang mana air keluar dan membentuk sebuah danau yang ada pulau di tengah. jadi deh pulau samosir, hehehehe…..
Makasih ya buat yang udah lihat dan membaca…

Puisi : Bulan



Puisi : Bulan
Oleh : Mayendra

Seandainya bulan purnama yang bersinar itu bisa ku ambil,
Akan aku pegang erat-erat dan membisikkan untaian kalimat,
Akan ku peluk dia dan ku simpan cahaya putihnya,
Sumber : google image
Seandainya bulan itu bisa bicara,
Akan aku ajak naik ke panggung dan pidato ke penjuru negri,
Akan ku ajari dia bernyanyi dan bersyair walaupun aku bukanlah ahlinya,
Seandainya bulan bisa bercahaya tanpa ada matahari,
Akan aku hilangkan sang surya dari dunia ini,
Akan ku jadikan dia penerang dalam hidupku,
Seandainya bulan ada dua atau tiga,
Akan aku apakan lagi? Sungguh aku tak pernah tahu,
Akan ku buang satu atau dua? Atau ku jadikan temanku?
Seandainya bulan itu menjauh dariku,
Akan aku mengejarnya? Menahannya agar tetap tinggal?
Akan ku buatkan dia istana megah? Entahlah....
Seandainya bulan itu bersama orang lain,
Akan aku tinggalkan dia selamanya?
Akan ku hapus memoriku bersamanya?
Dan seandainya bulan tidak pernah ada,
Dan akan aku sesali hidup ini,
Dan akan ku pastikan hidupku hampa,