Hallooo perkenalkan saya fhu....

Jumat, 30 Agustus 2013

Cerpen : Samar-Samar Hati Ini



          “Apa? Bukankah dia tidak suka padaku?”
          “Benar, tapi itu karena kelakuanmu yang aneh! Kau sering sendirian kalau disekolah. Kalaupun bersama teman itu hanya sebentar, mengapa? Itu yang dia ingin tahu... katakan saja padaku apa masalahmu, aku akan bantu, sungguh!”
          “Benarkah? Aku hanya lebih suka sendirian. Aku serius, a a ku hanya enak sendiri, ya kau tahukan aku suka sendiri?”
          “Bukan itu yang ingin aku tahu, tapi MENGAPA? Itu yang perlu aku tahu... Gadis yang kau sukai itu adalah seorang periang, suka bicara, dan dia paling tidak suka suasana diam yang sering kau ciptakan saat pergi dengannya, aku tak....”
          “Cukup! Sepulang sekolah nanti akan aku ceritakan padamu Sa, aku tunggu di gerbang ya...”
          “Oh, baiklah. Jangan sampai aku menunggu, ok!
          “Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menunggu,”
~oOo~
          Sa, Anisa. Teman karibku dari SMP dulu. Hanya dia satu-satunya kawanku yang pertama saat itu, dan sampai sekarang tak pernah berganti. Hingga kelas tiga SMA ini. kami pernah di gosipkan pacaran, padahal sama sekali tidak pernah terngiang di benakku untuk menjadi pacarnya. Itu dikarenakan dia selalu saja ada yang mau pacaran sama dia. Baru saja putus sudah ada lagi yang dekati dia. Sebagai sahabatnya, aku mendukungnya. Tapi walau begitu laris di sekolah, dia seperti orang dewasa saja dalam memilih. Pilihannya tentu disaringnya betul.
          Kini, saat kami telah duduk di kelas tiga, walau beda kelas tapi kami selalu bersama. Dia punya teman juga, seorang cewek... manis, berlesung pipit dan tatapan matanya padaku serasa aku adalah pangeran yang terlahir untuknya. Walau begitu, sifat dia berkebalikan denganku. Dia sungguh suka berteman. Temannya banyak sekali dari ipa 1 sampai ipa 6 dan ips 1 sampai ips 5 semua dia punya. Itu yang membuat aku risih saat aku berdua dengannya.
          Hari itu, sehabis upacara aku pergi ke kantin dengan dia. Aku masih bingung mau mulai pembicaraan darimana, soalnya aku sangat pendiam dan tertutup. Aku takut jika aku mulai tentang pelajaran, takut dikira sok rajin. Jika dari olahraga, dia cewek, mana suka begituan. Tanyakan PR, dia pasti sudah siap. Habisnya dia rajin. Inilah yang selalu membuatku kehabisan akal saat dekat dengan dia. Dia pun sepanjang perjalanan dari lapangan ke kantin terus menyapa temannya yang satu sekolah dan melupakan aku yang ada disamping kanannya. Oh iya, namanya Aziza, sering dipanggil Ziza. Terkadang ada yang memanggil Ijah, atau Aziz.
          Dia memang siswi yang aktif. Dari keagamaan sampai Osis dia ikut, tak hayal ini yang membuatnya banyak teman. Sedangkan aku hanyalah siswa yang hanya punya satu sahabat karib dari dulu bernama Anisa yang sekarang berbeda pula kelasnya denganku, itupun sudah sibuk terus dengan sms dari pacarnya dan ditambah lagi dengan PR dan kerjaan yang dikasi wali kelas padanya, menyita waktu kami berdua dan akhirnya kami jumpa hanya saat pulang. Itupun kalau tidak dijemput Ayahku, sangat miris persahabatan kami ini.
          “Mi, ngomong dong sama aku, kenapa diam aja dari tadi... sakit ya?”
          “Za, aku bingung mau ngomong apa... kamu aja deh yang mulai, ya?”
          “Kamu kok gitu sih, kamu kan cowok. Wajah okelah, tapi sifatmu ini pendiam... kenapa? Ada masalah? Ayo dong cerita sama aku. Aku dengarr....”
          “Aku harus pergi!”
          “Tapi Tom,tomi....... aneh. Cowok aneh, ada apa dengan dia ya?”
~oOo~
          Teng...teng...teng...Lalalala.......
          Bel berbunyi, yes.... akhirnya pulang sekolah. Tak peduli lagi apa yang ada di depan, aku harus maju dan sampai duluan di gerbang! Sebelum Anisa terlebih dahulu sampai. Oke, gerbang masih tertutup. Aku sudah hafal gerakan itu. Sepuluh detik lagi akan ada suara dari pengeras suara yang berbunyi “Pak Jono, tolong dibuka gerbang!” dan aku akan menjadi nomor satu keluar dari sekolah yang cukup membosankan ini.
          “Aku menunggu cukup lama, dua menit empat puluh lima detik Sa, kau kalah hahaha....”
          “Aaahhhh, tadi aku harus mengantar absensi yang ketinggalan di kelas. Kalau tidak akulah yang menang, cepat katakan rahasiamu itu. Kenapa ha?”
          “Jangan buru-buru dong, santai aja kenapa? Jadi begini, hmmm....”
          “Cepatlah, jangan pakai mikir-mikir dulu, katakan dengan jujur!”
          “Hmmm, tuh kan... Hp aku bunyi! Karena itu aku diam, gak sabaran aja si cerewet ini, bentar ya,”
          “Halo, ada apa Yah? Tomi udah pulang ni, baru aja.”
          “(Suara dari HP) Cepat pulang ya, ibu sakit...”
          “Iya Yah, Tomi pulang sekarang juga,”
          Tut..tuu...t..
          “Ada apa?”
          “Aku harus cepat pulang, nanti saja aku telpon ya, ibuku sakit,”
          “Sial mulu, cepat sembuh ya buat ibu. Sampaikan salam aku, kalau boleh nanti aku kerumah kamulah ya,”
~oOo~
          Ziza, mungkin dia sulit untuk berteman, bahkan pacaran denganku. Aku akui itu sebagai batu hambatan antara aku dengan Ziza. Tapi, mungkin hari kamis akan menjadi hari yang paling ku benci. Saat pulang sekolah, dan aku berdua saja dengan dia. Senangnya bukan main, dan tidak ada juga si cerewet Nisa.
          Seharusnya ini menjadi hari terbaikku. Aku telah menyiapkan kata-kata yang aku hafal semalam. Tapi, mungkin memang malang bagiku saat itu, aku masih dengan kebiasaanku yang gugup dan entah mengapa saat itu aku mengabaikan ajakan dia karena aku sedang berkonsentrasi mengingat apa yang harus aku katakan padanya saat ini.
          “Tomi, kita makan bakso dulu yok,” ajak Ziza kala itu, namun aku hanya menjawab “ya” lalu aku mengingat lagi, dan aku tidak sadar kalau warung bakso telah kami lewati. Ajakan yang kedua, dia mengajakku makan kebab yang ada di persimpangan dekat sekolah dimana banyak siswa yang nongkrong disana. “ Ayoklah makan kebab, “ kali ini suaranya agak tinggi dan aku masih saja menjawab seperti tadi. “ya”.
          Kami sampai di bawah pohon rimbun tempat favorit duduk, untunglah hanya ada aku dan dia. saat sampai di pohon itu aku sadar, dan aku bertanya, “loh kenapa gak berhenti di warung bakso tadi ya?”. Tapi aku tidak mendapatkan jawaban, yang aku dapatkan hanyalah sebuah tatapan lalu aku salah tingkah dan menundukkan kepala. Cukup lama. Kami diam, diam dan diam. Aku menutup mata dan memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa selama ini untuknya.
          “Zi...mau kah kamu jadi pacar aku?” batu besar yang menghalangi suaraku serasa runtuh setelah aku mengucapkan kalimat misteri itu. Namun, sekarang detakan jantungku terasa hingga ubun-ubun dan suaranya memecah seperti ombak. Dan kira-kira setelah setengah menit setelah aku ucapkan kalimat misteri itu, aku dengan mata masih tertutup tidak mendengarkan jawaban darinya. Entah itu “maaf...” atau “ha....” ataupun “benarkah, aku mau sekali...” aku akan terima apa yang akan ditanggapinya.
          Ku buka mataku dan melihat kekiri. Ke arahnya. Namun yang kulihat hanyalah batang pohon rimbun yang meneduhkanku. Lalu dimana dia? aku melihat sekelilingku, tidak ada.
~oOo~
          “Tomi, aku telah dengar dari dia. Dia berkata padaku mungkin kalian memang tidak akan pernah cocok. Lalu dia ingin minta maaf. Oh iya, nanti malam dia ada acara semacam bantuan untuk anak yatim di rumahnya. Kamu diundang. Kita pergi sama ya.”
          “Oh.... sebaiknya aku nggak usah ikut. Kamu saja ya, aku ingin sendiri lagi nanti malam.”
          “Tapi ..... kamu gak boleh gitu dong, itu egois namanya! Dia mengundangmu karena dia masih menganggap kamu temannya.”
          “Dari dulu sampai sekarang, sampai detik ini aku hanya punya seorang teman, gak akan lebih!”
          Suasana berubah diam. Aku dan Anisa hanya berdiam. Kembali teringat olehku gadis itu. Aziza. Entah mengapa walaupun aku telah tahu bahwa dia tidak akan pernah bersamaku, aku masih mengharapkannya. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Dan dalam keadaan kami yang diam, tiba-tiba Ziza melewati kami. Sungguh aku ingin bicara dengannya, tapi aku tidak berani.
          Setelah agak jauh dari tempat aku duduk, Ziza datang lagi dan kali ini dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepada kami, atau mungkin saja hanya kepadaku. Aku masih dengan egoku dan tidak mau bicara sedikitpun.
          “Tom, maaf ya... sebelumnya aku memang belum memberitahu kamu, kamu juga Nisa, sebenarnya aku sudah memiliki seorang pacar. Maaf ya telah mengecewakan kalian, hmm...mau kan maafin aku? Seandainya saja kamu lebih dulu Tom, sudahlah ... itu sudah berlalu.... aku agi sibuk, aku pergi ya....”

Kamis, 29 Agustus 2013

Pemandangan Danau Toba

Danau toba, Sumatra Utara
Ini adalah salah satu pemandangan indah ciptaan Tuhan yang luar biasa! Amazing! foto ini di”jepret” di daerah batak sana, di tempat saya sedang melanjutkan kuliah sekarang. Ya, Sumatera Utara!
Dan, air biru itu adalah Danau terbesar yang ada di Indonesia. Super memang :D ….. Danau yang di tengah-tengahnya ini ada pulau yang dikatakan dengan “pulau dalam pulau” ini memiliki nama Samosir. Walau dalam hasil jepretan saya ini pulau itu tidak tampak karena tebalnya embun dan saat itu cuaca memang agak mendung.
Tempat saya mengambil gambar ini adalah salah satu tempat wisata yang berdekatan dengan danau besar ini, Air Terjun Sipiso-piso…
Konon katanya Danau Toba ini merupakan hasil dari letusan gunung ribuan tahun yang lalu, keren ya…… Danaunya aja besar, bagaimana pulak dengan gunungnya ya ? entahlah…. mungkin gede banget :)
Dan kabar ini tentunya bisa dipercaya karena para peneliti telah meneliti dan segala macamnya, tapi ada juga ni pendapat dari cerita masyarakat dahulu, dongeng, atau legenda deh kita sebut ya,
Dalam legenda ini katanya, Anak yang bernama Samosir adalah anak yang membuat marah bapaknya, sehingga dia dibilang anak ikan…. ibunya memang ikan yang menjelma menjadi manusia, karena perkataan bapaknya ini… maka terjadilah bencana dahsyat yang mana air keluar dan membentuk sebuah danau yang ada pulau di tengah. jadi deh pulau samosir, hehehehe…..
Makasih ya buat yang udah lihat dan membaca…

Puisi : Bulan



Puisi : Bulan
Oleh : Mayendra

Seandainya bulan purnama yang bersinar itu bisa ku ambil,
Akan aku pegang erat-erat dan membisikkan untaian kalimat,
Akan ku peluk dia dan ku simpan cahaya putihnya,
Sumber : google image
Seandainya bulan itu bisa bicara,
Akan aku ajak naik ke panggung dan pidato ke penjuru negri,
Akan ku ajari dia bernyanyi dan bersyair walaupun aku bukanlah ahlinya,
Seandainya bulan bisa bercahaya tanpa ada matahari,
Akan aku hilangkan sang surya dari dunia ini,
Akan ku jadikan dia penerang dalam hidupku,
Seandainya bulan ada dua atau tiga,
Akan aku apakan lagi? Sungguh aku tak pernah tahu,
Akan ku buang satu atau dua? Atau ku jadikan temanku?
Seandainya bulan itu menjauh dariku,
Akan aku mengejarnya? Menahannya agar tetap tinggal?
Akan ku buatkan dia istana megah? Entahlah....
Seandainya bulan itu bersama orang lain,
Akan aku tinggalkan dia selamanya?
Akan ku hapus memoriku bersamanya?
Dan seandainya bulan tidak pernah ada,
Dan akan aku sesali hidup ini,
Dan akan ku pastikan hidupku hampa,

Cerpen : Kembang Api Cintaku




Masih ku ingat-ingat wajahnya yang seperti gula itu. Pertemuan terakhir kami adalah saat selesai acara pembagian Rapor. Setelah itu kami libur selama seminggu, dan selama itu aku harus menanti hari dimana sekolah dimulai. Jika sekolah telah dimulai barulah aku bisa melihat wajahnya yang mengundang semut-semut itu. Tapi jauh sebelum hari seekolah berlangsung, aku sudah tidak ingin lagi memendam semua hasrat ini. Aku harus mengakuinya sebelum aku sekolah.
Sabtu malam. Malam ini adalah malam tahun baru. Semua orang pergi melihat pesta kembang api di Ibu kota. Sedangkan sebagian lagi tak ingin merayakan karena tahun baru tidak perlu dirayakan dengan berlebihan seperti itu. Termasuk aku yang hanya menonton bioskop tv bersama teman-teman. Sepuluh menit sebelum kembang api dihidupkan, aku teringat dengan wajah itu lagi. Gula yang manis yang selalu ada di hatiku. Dia seorang perempuan pertama yang aku minati.
Saat itu aku sedang berjalan ke tempat favoritku di sekolah, dimana lagi kalau bukan perpustakaan. Aku selalu membaca menghadap ke jendela. Alas an pertama karena cahaya yang terang, tentu saja tidak karena itu saja. Alasan lainnya adalah aku ingin melihat gulaku yang sering muncul dari depan kelasnya. Dia adalah teman sebayaku yang beda kelas. Walau begitu aku merasa begitu dekat dengannya. Aku selalu melihatnya tersenyum, apalagi saat dia bercanda dengan temannya. Setahuku dia itu sangat ceria. Tapi aku pernah melihatnya menangis, waktu aku tanya sama teman dekatnya, dia habis kena marah oleh guru biologi.
Aku bimbang antara ketawa atau turut sedih. Guru biologi itu kan guru yang lucu, aku gak habis pikir mengapa gulaku itu bisa dimarahi seperti itu. Suatu sore aku mengirim pesan padanya. Dia memarahiku karena aku tidak mengucap salam pada awal pesan.akhirnya aku mengirim ulang pesan itu. Barulah dia membalas pesanku.

Suatu pagi aku baru saja tiba di depan kelasku, aku disapa oleh sesosok yang membuatku masuk kedalam dunia lamunan. Lalu aku tersadar saat mendengar suara orang itu.
“May, pagi-pagi kok bengong,”sapanya menyadarkanku.
“Eh iya, aku kedinginan nih. Tumben main ke kelasku,”balasku.
“May, boleh minta ajar matem gak?”
“Oh, gimana ya, ya deh. Ada pr ya?”
“Ini untuk persiapan ulangan, tahulah guru matem kami ngasi ulangan segudang, hehe…”
“iya-iya, lagi pula aku sambil nambah ilmu. Sambil nyelam minum air gak apa-apa dong, ya kan Tiara?”
“iya aja deh, yang penting aku diajarkan,”
“maunya aja,”

Sedang asyik kami berdua saling belajar dan kami harus dihentian dengan suara yang menganggu kedamaian kami. Kelas ini seperti milik kami berdua. Hari ini aku belajar fisika, pelajaran favoritku. Aku merasa hari ini sedikit berbeda, karena badanku ini terasa panas dan gerah. Padahal aku tidak melakukan olahraga apapun tadi pagi. Seingatku aku hanya berjalan ke sekolah 100 meter dan biasanya tidak panas seperti ini. Aku tak mau kalah dengan rasa penasaranku, aku harus tahu penyebabnya.
Ku ingat-ingat lagi apa yang aku lakukan. Dalam sepuluh detik aku ingat kalau aku hanya mengajarkan Tiara dan setelah itu aku langsung belajar dan saat memulai belajar barulah badanku terasa panas, gerah, dan berkeringat.
 “Apa mungkin aku dapat serangan cinta?” Tanyaku dalam hati. Aku sedikit merasa berbangga karena aku baru saja didekati gula. Gula yang aku lihat di balik jendela perpustakaan.
Aku tak akan mengabaikan kesempatan ini, aku harus berusaha. Aku tak ingin menjadi kumbang yang tak pernah hinggap di bunga mawar. Aku tak ingin menjadi manusia yang menghilangkan kesempatan terindah.
Semenjak hari itu, aku mulai merasakan kedekatan yang lebih. Aku semakin sering mengajaknya belajar. Sampai-sampai dia pernah juga menolak ajakanku. Mungkin Karena bosan juga. Hamper tiap malam aku mengirimnya pesan dan terkadang dia juga yang duluan mengirimiku pesan.
Ujian semester telah kami laksanakan, dan aku masih menjadi teman bagi Tiara. Sudah lama aku berencana untuk mengungkapkan perasaan ini. Saat-saat aku akan melaksanakan rencana itu. Aku meihatnya dekat dengan teman sekelasnya. Tidak hanya itu, temanku bilang mereka itu sangat dekat. Aku sangat merasakan kebimbangan, tapi untunglah dia tidak mengacaukan suasana itu. Atas bantuan temanku yang baik hati, rasa cenburuku hilang dan niatku kembali memunak.
Saat pulang sekolah selesai mengurus urusan sekolah, aku mengajaknya untuk pulang berdua. Dia tidak menolak, tapi teman dekatnya yang sempat membuatku cemburu itu telah membuat janji juga akan mengantar Tiara pulang. “Kalian itu benar-benar saudara sepupu yang akur, kalau begitu kita pulang barengnya lain hari aja,”kataku pada Tiara di hadapan sepupunya itu.
Tiara sama sekali tidak mengacuhkanku, akupun tidak peduli. Padahal hari itu adalah hari terakhir sekolah dan esok hari sudah penerimaan rapor.

Nada pesan masuk ke handphone ku mengejutkan lamunanku yang mengenang masa-masaku sebelum hari ini berlangsung. Aku melihat pengirimnya, ternyata pesan dari Tiara. Seperti ditimpa durian runtuh, aku merasa beruntung. Sebentar lagi akan berganti tahun yang lama ke yang baru. Aku membaca pesan itu:
“Malam semuanya, sebelum jam berdentang, sebelum malam berganti, dan sebelum terompet di bunyikan. Q ingin teman semua mengirim dengan jujur uneg” ttg aku ya….”begitu bunyi pesannya. Aku berhenti bernafas selama sedetik, dan aku lanjutkan dengan berfikir apa yang akan ku kirim untuknya. Lama juga aku berfikir, sempat juga aku datangi kamar belakang karna perutku  yang lagi tidak enak. Ayam panggan banyak sekali yang aku makan. Sampai-sampai untuk berfikirpun aku sulit.
Tidak lama juga aku memikirkan itu semua. Inikan dari Gulaku, kenapa tidak sekarang saja aku manfaatkan kesempatan kedua ini. Aku mulai menulis balasan pesan dari Tiara. Aku cukup lama juga memikrkan kata-kata yang cocok. Akhirnya lewat juga dari jam 00.00 wib. Tapi aku tetap mengirim pesan pada Tiara.
“ Meqyumm,,, Tiara kagi dimana? Pengen tahu uneg” dari aku ya? Jangan ditolak ya, ato di delete, wookKeh… ini dia: malam iNi begitu indah, Langit dihiasi dengan CaHAya kEmbANg api yg menyala, sama seperti HatiQ ini, sedang MenYAla, jauh lebih dahulu dari kembang api ini, jantungku memompa kencang darahku saat kau da di dekatku, apa aku boleh memilikimu?”
Lalu dia membalas, cukup lama aku menunggu, “beNerann???”. “seperti yang tertuang dalm pesan itu, begitu juga hatiku saat ini, sedang berkerlap-kerlip terkena api dari gelombang hatimu, apa aku harus berbohong untuk ini?”balasku lebih lama lagi.

“maaf ya, tak semudah itu, kembang api disini indah sekali, bagaimana dengan disana?”
“oh, gitu ya. Gal apa-apa kok. Aku juga udah tenang sekarang. Benarkah? Disini tidak ada kembang api, yang ada hanya hatiku yang tadi bercahaya,”
“ah, mask iya?”

Malam tahun baru telah berakhir. Aku terlambat bangun. Shubuhku tak ku kerjakan. Aku lihat ada pesan. Ternyata dari tadi malam. “ ahhh, kenapa aku tertidur tadi malam ya… inikan dari Tia,”kataku bicara pada handphoneku.



Sebulan sudah lewat dari hari aku mengungkapkan perasaanku. Sampai saat ini belum juga ada jawaban dari dirinya. Di sekolah kami bersikap sepertibiasanya, tidak ada yang berubah dari tingkah laku kami.
Suatu malam aku dapat kiriman pesan dari teman Tiara yang sekelas denganku, dalam pesannya dia bilang kalau Tiara saat ini lagi senang, dan aku pun mengikuti apa yang dia suruh.
Tepat pada malam itu juga aku menanyainya,  dan awalnya aku sedikit ragu melihat balasan arinya. Jantungku dag dig dug saat aku membaca pesan itu, alangkah membuatku terkejut isi dari pesan itu. Aku langsung menelpon dia dan mengatakan “ Terimakasih” lalu aku tutup telponku. Dan sejak saat itu kami berjanji akan selalu bersama sampai waktu yang menentukan takdir kami.
Aku terbangun, aku sangat semangat ke sekolah pagi itu. Aku berharap ini akan menjadi hal terindah dari hidupku.

Selasa, 27 Agustus 2013

Cerpen : Mimpi dan Gadis



Matahari belum belum lagi beranjak dari atas kepala. Peluh siswa – siswi disuatu sekolah keluar dari pori – pori, menetes kelantai seperti air hujan. Sementara di luar sana, adzan pertanda sholat zuhur akan masuk mulai berkumandang, siswa – siswi yang tadi penat mulai berlarian seperti dikejar gemuruh atau tsunami.

            Tepat pukul 14.15 WIB, bel tanda siswa – siswi harus meninggalkan sekolahpun berbunyi. Para siswa yang mendengar makin senang pula hatinya. Hiruk – pikuknya terdengar bak orang – orang di pasar. Lima belas sampai dua puluh menit berlalu, sekolah nan gagah itu kembali sepi, jauh dari keramain orang, tidak seperti dua puluh menit yang lalu. Bisa dikatakan sama dengan sunyinya hutan belantara, yang terdengar hanyalah nyanyian burung – burung dan ngauman harimau lapar.

            Dari kejauhan nampak seorang diri yang berjalan mengikuti jalan hitam, menyandang tas, membawa buku dan berkacamata. Anak yang terus berjalan tanpa melihat sekitarnya, hanya pandangan lurus dan terus menelusuri gang demi gang.

            Di sebuah perempatan jalan, anak itu berhenti sejenak di sebuah warung. Warung tua nan lusuh itu menjual berbagai barang. Anak itu kepalanya begerak kekiri lalu kekanan, seperti ada yang dicarinya. Dari dalam keluar seorang wanita tua sembari menawarkan miuman segar. Siswa yang sedang kehausan itu tanpa berpikir panjang mengiyakan tawaran wanita tua itu.

            Di atas meja yang berisi kue – kue, Fatan melihat Koran pagi tadi, tanpa berpikir panjang Koran itu diambilnya dan dibacanya berita paling baru. Ya… sebuah berita yang berjudul “Kecelakaan Maut, Seorang Gadis Tidak Ditemukan” yang menjadi topik semua koran hari ini. Dibacanya berita itu sampai habis. Anak itu merasakan kengerian yang dalam. Selesai membaca berita itu, dia pulang dengan sejuta pemikiran tentang gadis yang hlang setelah kecelakaan itu.

            “ Assalamu’alaikum…” salam anak itu pada ibunya. Anak yang kelihatan lesu, dikarenakan cuaca yang begitu panas.Es yang baru saja dikeluarkan ibunya sudah meleleh seperti cucuran atap. Anak yang kelelahan itu, hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dalam hatinya dia berkata “ aku rasa aku lebih baik tidur, sembari melepas penat. Lagian jika hari sepanas ini aku beraktivitas, rasanya aku mau pingsan…”. Kemudian, dia menelusuri rumahnya hendak mencari sesuatu. Tidak menungg lama akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya. Tempat tidur.

            Suara burung – burung diluar sana menambah kenyamanan untuk tidur disiang hari yang panas ini. Ditambah lagi dengan AC yang menyejukkan ruangan. Hati serasa berada di tumpukan es yang terus mendinginkan tubuh. Apalagi udara yang meniup hawa segarnya kian kemari.

            Anak muda yang berkacamata itu, dia sering dipanggil Fatan. Dia begitu menikmati tidurnya dan dia lelap dalam tidurnya tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya. Tiba – tiba dia melihat sesosok tubuh berdiri di depannya. Ternyata sesosok tubuh itu adalah seorang gadis yang dia sendiri tidak tahu siapa gadis itu. Fatan terkejut bukan kepayang saat melihat gadis itu, dia heran dari mana dia datang.

Dalam kamar yang tidak besar itu, Fatan yang sepertinya penasaran dengan kehadiran gadis itu, dia pun mengikuti gadis itu yang pergi entah kemana. Sambil dia berjalan dia bertanya pada gadis itu, “ maaf, kamu siapa ya… ada urusan apa datang kekamarku !”. Gadis yang mendengar perkataan itu hanya membalas dengan senyuman yang membuat Fatan semakin penasaran, anehnya semakin Fatan penasaran semakin kencang Gadis itu berjalan. Gadis itu terus berjalan dan mengajak Fatan seperti ada yang hendak ditunjukkannya.

            Di luar sana, matahari terus bersinar sembari perlahan turun hendak menutupi bumi Indonesia bagian barat dengan kegelapan. Dalam pikiran Fatan,  tidak  ada dia merasakan cemas dan tidak pula  khawatir saat dia mengikuti gadis itu. Fatan masuk kedalam terowongan yang gelap. Sangat gelap. Seperti di tengah hutan yang tidak ada cahaya bulan.

            Sedikit lagi. Fatan yang pasrah akan keadaan, dia yang harus mengikuti langkah Gadis itu. Dia terus berjalan. Di ujung sana dia melihat ada cahaya putih yang lama – kelamaan terang seperti cahaya bulan purnama.

            Gadis itu berhenti pada mulut terowongan dan menunjukkan pada Fatan apa yang ada di bawah terowongan itu. Fatan yang lugu dan tidak tahu apa – apa, sontak terkejut dan beristighfar melihat apa yang dilihatnya. Jasad orang yang dilihatnya begitu mirip dengan gadis yang berada di sampingnya, Sementara itu dia melihat orang – orang yang lumayan jauh dari jasad itu sedang sibuk mencari dimana jasad itu. Gadis itu menatap tajam Fatan, Fatan terheran dengan mulutnya merapat. Keras. “Apa maumu? mengapa aku di sini,” bentaknya. Gadis itu diam, diam seribu bahasa. Fatan yang sudah letih dan takut, hanya diam dan pasrah melihat itu.

            Keheningan senja di bumi melayu,membuat siapapun terlena. Sementara matahari sudah hilang dari bumi melayu, Gadis itu pergi menelusuri terowongan yang gelap itu. Fatan yang penuh keheranan, membuka matanya dan terbangun dari tidurnya. Adzan maghrib telah terdengar di seluruh penjuru melayu. Dalam pikirannya, dia berpikir “ternyata hanya mimpi yang aku alami barusan… syukurlah,”.

            Tidak terasa malam yang sunyi begitu cepat berganti dengan pagi yang cerah. Fatan telah bangun dari tadi, dan telah siap untuk ke sekolah. Dalam perjalanan, dia teringat dengan mimpinya dan mengaitkan dengan kecelakaan maut yang dibacanya kemarin. “Apa mungkin ya, gadis itu yang hilang, kalau iya mengapa dia datang padaku” katanya dalam hati.

            Dalam perjalanannya dia terus berpikir dan berpikir, tidak ada yang dipikirkannya selain mimpi dan gadis itu.

            Di sebuah persimpangan menuju sekolahnya, dia berhenti sejenak. Dia berpikir. Dalam lima menit dia langsung pergi kearah berlawanan dari sekolahnya. Sesampai di sebuah gedung, Fatan langsung masuk dan mencari ruangan yang ditujunya. Dalam sekejap keluar orang yang dicarinya. Kemudian dia menceritakan apa yang dia alami. Setelah panjang lebar bercakap – cakap, Fatan mengucap salam perpisahan pada orang itu. “Baiklah Pak, hanya informasi itu yang saya tahu, Assalamu’alaikum…” katanya sambil melangkah keluar. “Terima kasih ya atas informasinya, Wa’alaikumsalam” jawab orang itu yang ternyata seorang polisi.

            Fatan melangkahkan kakinya ke sekolah dan bernyanyi – nyanyi menandakan hatinya kini senang. “Sudah tidak ada beban lagi …” pikirnya dalam hati. Sementara itu, pagi yang cerah masih tersenyum menyapa semua orang. Di langit Fatan merasakan senyuman gadis yang ia lihat. Fatanpun tersenyum lebar.